burung twitter

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiO0CbMX1ckEyrD5-nNVVikMJUj8PqTvla07VrKn6vgqXApnSbP2Nynmp6k21AWW5pDNiov1VpuxqNUobEehJg96HnVkfaJdkHdDB5oJsEU_JCj4yyxqTZZs9EXL782rT9fSg8-08LfB6o/s1600/Blue+bird.png

Rabu, 18 November 2015

rumus rasa cinta tumbuh pada seseorang

Saya yakin diantara agan dan aganwati gen22 lovers pasti sudah banyak yang merasakan jatuh cinta. Tapi saya juga yakin dari sekian banyak yang pernah merasakan jatuh cinta hanya sedikit yang mengerti bagaimana prosesnya. Bagaimana seseorang bisa saling jatuh cinta? Kenapa ada cinta yang bertepuk sebelah tangan? Kenapa ada yang lebih nyaman menjadi kakak-adik dibanding sebagai kekasih? Kenapa ada yang lebih memilih menjalin persahabatan saja? Kenapa jatuh cinta bisa menjadi antilogika?


Oke, untuk sedikit lebih mengerti tentang semua itu, profesor Gen akan memberikan sebuah rumus yang disebut Rumus Jatuh Cinta.

Jatuh Cinta = Ketertarikan + Rasa Nyaman + Keterikatan Batin
Ketertarikan + Rasa Nyaman + Keterikatan Batin = Jatuh Cinta

Dan sebelum saya menjelaskan lebih lanjut satu persatu mengenai kompnen yang bisa membuat seseorang jatuh Cinta, saya merekomendasikan sobat semua untuk membaca sebuah buku karya Dr Hellen Fisher yang berjudul Why We Love: The Nature and Chemistry of Romantic Love. Silahkan cari sendiri bukunya.

Kenapa jatuh cinta adalah antilogika? Silahkan lihat kembali unsur-unsur dalam rumus jatuh cinta diatas (Ketertarikan, Rasa Nyaman dan Keterikatan Batin). Itu semua adalah perasaan, emosi, atau naluri. Jadi kalau sobat melihat seorang wanita cantik berjalan begitu mesra dengan seorang pria yang jelek, pendek, tidak kaya :D kemudian sobat bertanya, "Kenapa sih kamu bisa jatuh cinta sama dia?" Si Cewe tidak akan bisa menjelaskannya secara logis, paling banter dia cuma bisa menjawab "Ga tau yah, gue udah nyaman sih sama dia".

Kemudian ada lagi seorang wanita yang berkali-kali disakiti oleh seorang pria, cowoknya cuek, ngga perhatian, dan pernah selingkuh, dia tetap saja mengharapkan orang itu. Ketika ditanya dia cuma bisa menjawab "Gue udah sayang banget sama dia". Logis ga sih disakiti, dikhianati, dicuekin, tapi masih bilang sayang? Jelas tidak logis, karena cinta memang antilogika. Dan Agnes Monica pernah benar-benar menyanyikannya :D

Sekarang kita bahas satu-persatu mengenai komponen Jatuh Cinta.

1. Ketertarikan

Apa itu definisi tertarik kepada seseorang? Tertarik adalah perasaan ingin terlibat dalam kehidupan seseorang. Jadi kalau ada seseorang yang ingin terlibat dalam kehidupan kamu, itu artinya dia tertarik sama kamu.

Contoh seseorang tertarik adalah dia ingin melakukan aktifitas bersama kamu. Dia menanyakan kegiatan-kegiatan kamu, kamu  lagi ngapain, dsb.

Kenapa dia bisa tertarik, mungkin karena kamu sering menarik gerobak, atau kamu kamu udah iket dia dengan tambang kemudian menyeretnya, wkkwkk.. bukan bukan seperti itu. Kenapa seseorang bisa tertarik dan bagaimana cara membuat seseorang tertarik akan saya bahas di artikel berikutnya.

2. Rasa Nyaman

Komponen jatuh cinta yang kedua adalah Perasaan Nyaman bersama seseorang. Apa itu nyaman? Nyaman adalah tumbuhnya perasaan percaya kepada seseorang. Kalau percaya kepada seseorang kamu akan merasa nyaman bersama dia, sebaliknya kalau kamu bersama orang yang tidak kamu percaya kamu akan merasa tidak nyaman, risih, curiga, takut diapa-apain dsb...

Contoh seseorang sudah merasa nyaman dengan kamu, dia akan menceritakan rahasia-rahasianya, curhat, dsb. Jadi kalau ada seseorang yang curhat sampai buka-bukaan (bukan buka baju lho, ya... singkirkan pikiran jorokmu itu!!!) buka rahasia bahkan yang sebenarnya bikin dia malu, itu artinya dia sudah merasa nyaman dan percaya sama kamu. Dan itu merupakan salah satu komponen jatuh cinta. ^_^

Bagaimana cara membuat seseorang merasa nyaman dan percaya sama kamu? Akan saya bahas di artikel selanjutnya.

3. Keterikatan Batin atau Hubungan Batin

Keterikatan batin adalah perasaan peduli, sayang, care kepada seseorang. Dia akan sering bertanya, apakah kamu udah makan? kamu baik-baik aja, kan? yang intinya dia ingin memastikan bahwa kamu dalam keadaan baik. Kenapa? Karena dia peduli, dia sayang, dia sudah merasa ada keterikatan batin dengan kamu. Dia akan merasa sakit ketika kamu sakit, dia akan merasa sedih ketika kamu sedih.

Oke, jadi catat bahwa rumus jatuh cinta adalah Tertarik + Nyaman + Batin. Makanya, kalau ada cewe cantik, wanita seksi berjalan mesra dengan seorang cowo jelek, pria pendek yang tidak kaya, jangan buru buru-nge-judge dengan bilang, si cewe buta lah, si cowo main dukun lah, dan pikiran negatif lainnya. Sekali lagi guys, Cinta itu Antilogika.

Meskipun seorang wanita berkata, saya ingin pria yang putih, yang kaya, wajahnya cute mirip si Gen, dasb, dst, kalau dia nalurinya sudah merasa tertarik, nyaman, dan merasakan hubungan batin kepada seorang pria yang pendek, tidak kaya, berkulit hitam, dia tidak akan berkutik selain Cinta kepada pria tersebut.

Lalu ketika si wanita berusaha meningkari bahwa dia mencinta pria tersebut dengan logikanya: ih, dia kan item, ih, dia kan ga kaya, ih, dia kan ngga cute kayak si Gen dan berusaha mengikuti logikanya untuk tidak mencinta pria tersebut, maka si wanita hanya akan mendapatkan satu hal: Menderita batin. Catat, naluri susah dilawan.


Lalu bagaimana membuat seseorang tertarik kepada kita? Bagaimana membuat seseorang merasa nyaman dengan kita? Bagaimana membuat seseorang merasakan hubungan batin kepada kita? Hehe, santai dulu akan saya bahas di artikel selanjutnya.

pendidikan anak usia dini dalam kajia neurosains

         Potensi otak kiri
Menurut pembagian otak, otak terdiri dari dua belahan yaitu kanan dan kiri. Masing-masing belahan mempunyai fungsi yang berbeda. Otak kiri merupakan salah satu kelebihan manusia dibandingkan hewan. Namun otak kiri yang terlalu mendominasi cenderung menjadikan manusia jauh dari ke-manusia-annya. Otak kiri berhubungan dengan potensi kemampuan kebahasaan (verbal), konstruksi objek (teknik dan mekanis), temporal, logis, analitis, rasional dan konsep kegiatan yang terstruktur. Para ahli banyak yang mengatakan otak kiri sebagai pengendali IQ (Intelligence Quotient),
Pemetaan potesi kemampuan yang dimiliki oleh bagian otak tersebut dapat dilihat di bawah ini:
Otak Kiri atas (Analytic thinking)      :
a.       Logis
b.      Analisis
c.       Factual
d.      Pengukuran
Otak Kiri Bawah(Implemen tation thinking) :
a.       Organisasi
b.      Sekuensial
c.       Planning
d.      Rinci
Bagian kiri atas otak menurut Ned Herman dalam buku melejitkan multiple intelligence anak sejak dini:22, memiliki kemampuan analitic thinking. Kemampuan ini berperan dalam memahami suatu objek yang dapat di analisa. Kondisi-kondisi yang saling berhubungan menghasilkan suatu kesimpulan, cara berpikir logis merupakan kemampuan yang dimiliki otak bagian ini. Keruangan dan konsep-konsep pengukuran adalah bagian kehidupan rill yang dapat dicerna secara potensial oleh bagian otak ini juga.
Otak kiri berfungsi dalam hal pembedaan, angka, urutan, tulisan, bahasa, hitungan dan logika. Daya ingat otak kiri bersifat jangka pendek (short term memory). Bila terjadi kerusakan pada otak kiri maka akan terjadi gangguan dalam hal fungsi berbicara, berbahasa, da matematika.
Kemampuan penggunaan tata bahasa yang benar adalah fungsi belahan otak kiri, bahasa verbal adalah bahasa yang digunakan sehari-hari dan berpusat dibelahan otak kiri, belahan ini dinamaka belahan dominan dan kemampuannya untuk memantau fungsi berbicara atau bertutur (bahasa ekspresif), pemahaman bahasa (bahasa preseptif), menulis dan membaca.
Bahasa ekpresif berpusat dibagian depan (disebut area broca) dan bahasa presptif dibelakang (areawernicke). Sehingga gangguan berbahasa dapat berwujud sebagai kesulitan berbicara atau bertutur kata kalau kelainannya atau hambatan perkembangannya terjadi pada belahan kiri bagian depan (gangguan bahasa ekspresif).
Sebaliknya gangguan kelainan pada bagian belakang akan menimbulkan gangguan bahasa preseptif. Jadi, gangguan berbahasa (disfasia) perlu dirinci apakah gangguannya berupa kesukaran bertutur ataukah kesukaran memhami bahasa.
Bagian belahan otak kiri yang memantau kemampuan menulis dan membaca  teretak di belakang area wernicke yang dinamakan garis anguralis.
 Model permainan dengan bangun ruang yang merangsang dan melatih belahan otak kiri
a.       Model permaian I
1.      Siapkan atau buatlah benda dengan bentuk yang berbeda-beda secara sederhana misalnya kubus, limas, balok, dan bola dalam jumlah yang cukup dan warna yang sama.
2.      Berikanlah benda-benda tersebut secara terpisah-pisah misalnya tiga jenis aka ruang kubus, limas segitiga, dan bola.
3.      Kemudian kelompokkan sesuai dengan bentuk bendanya dan biarkan si kecl bermain-main dan berinteraksi dengan benda-benda tersebut.
4.      Dalam permainannya si kecil akan mengamati dan membedakan bentuk satu dengan yang lainnya dan biasanya akan mencampur aduk benda-benda.
5.      Biarkanlah benda-benda tersebut bercampur aduk dan berceceran. Setelah beberapa saat permainan, kita kelompokkan kembali benda-benda tersebut sesuai bentuknya dan kita berikan lagi padanya.
6.      Jika kita memiliki banyak waktu dan ia belum bosan bermain, maka lakukan permainan ini secara berulang-ulang.
Permainan ini merupakan pelatihan pengelompokan atau klasifikasi yang merupakan salah satu ilmu dasar dari pengetahuan. Yang dikatakan pada proses permainan di atas adalah kerja otak visual dalam mengamati bentuk objek. Selama ini si kecil berinteraksi, akan terjadi rangsangan berfikir pada otak dan di lanjutkan dengan respon yang diberikan otak untuk bemberikan perilaku padanya. Kerja otak visual dalam aktivitas berfikir yang terarah ini akan membantu pertumbuhan otannya sehingga pertumbuhan otak di daerah yang mengendalikan organ visual akan maksimal. Dengan demikian akan mencegah terjadinya disfungsi atau  tidak berfungsinya organ otak pada bagian ini.
b.      Model permainan II
1.      Berikanlah benda-benda dengan bentuk yang sama dalam pola warna yang berbeda pada anak, misalnya kubus dengan warna merah, hijau, dan biru.
2.      Selanjutya kelompokkan benda-benda tersebut sesuai warnanya sebelum diberikan pada si kecil. Setelah itu biarkanlah ia melakukan permainan nya sendiri.
3.      Selang beberapa waktu kemudian, kelompokkan benda-benda tersebut sesuai warna masing-masing.
4.      Lakukanlah permainan ini dengan pola yang telah diterangkan pada latihan pertama.
Kemampuan si kecil dalam permainan ini akan memahami warna bukan merupakan tujuan utama, tapi lebih pada pembedaan terhadap berbagai warna, dimana akan terjadi proses rangsangan warna yang di terima oleh retina mata dan dilanjutkan ke sistem saraf pusat sehingga sistem saraf pusat memberikan respon atau tanggapan terhadap rangsangan visual ini.
c.       Model permainan III
1.      Berikanlah kubus, bola, dan limas segitiga dengan bermacam-macam warna.
2.      Model latihan ini merupakan penggabungan latihan pertama dan kedua dengan objek yang lebih kompleks, berupa benda dengan bentuk dan warna yang berbeda-beda. Si kecil  akan mengalami peningkatan kemampuan panca indra, termasuk organ visual seiring dengan pertambahan usia dalam kondisi normal. Latihan semacam ini sangat penting untuk memaksimalkan pertumbuhan dan fungsi organ karena organ yang terlatih akan lebih sempurna pertumbuhan dan fungsinya.
3.      Sebaiknya latihan dilakukan secara rutin agar rangsangan berfikir yang di terima anak teratur.
Dalam sistem pemetaan otak konsep latihan di atas akan memacu pertumbuhan wilayah otak kiri. Hal ini terkait dengan pemaksimalan fungsi dan pertumbuhan otak untuk membentuk kekuatan rasionalitas. Berdasarkan fungsi aplikasinya kemampuan rasional akan mengarahkan untuk berfikir logis serta dapat memetakan permasalahan teknis dan matematis. Menurut beberapa penelitian para ahli di bidang kecerdasan manusia, kemampuan maksimal perkembangan otak kiri ini cenderung dimiliki orang barat. Oleh karena itu kemampuan dibidang teknik dan teknologi lebih banyak berkembang di sana. Ini merupakan tantangan tersendiri yang perlu di pecahkan agar si kecil mempunyai kemampuan yang maksimal.
Konsep pemahaman bangun dan keteratuaran merupakan latihan untuk memaksimalkan kemampuan analisis dan pengelompokan. Kekuatan yang terkandung dalam model permainan yang sederhana ini akan menghasilkan kerja pada otak kiri. Kerja yang terlatih dan kontinyu mengarahkan pada perkembangan struktur dan fungsi. Semakin banyak jenis model latihan yang diberikan dengan cara bertahap dan wajar maka akan meningkatkan kompleksitas pertumbuhan struktur maupun fungsi otak.
Pelajar yang dominan pada otak kiri biasanya mungkin akan:
1.      Memilih sesuatu yang erurutan
2.      Belajar lebih baik dari bagian-bagian kemudian keseluruhan
3.      Lebih memilih sistem membaca fonetik
4.      Menyukai kata-kata, symbol, dan huruf
5.      Lebih memilih membaca subjeknya terlrbih dahulu
6.      Mau berbagi informasi factual yang berhubungan
7.      Lebih memilih instruksi yang berurutan secara detail
8.      Mengalami focus internal lebih besar
9.      Menginginkan struktur dan perdiktabilitas

kebudayaan masyarakat madura

KEBUDAYAAN MASYARAKAT MADURA DENGAN CIRI KHAS YANG DIMILIKINYA

Kebudayaan adalah seperangkat peraturan atau norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang kalau dilaksanakan oleh para anggotanya, melahirkan perilaku yang oleh para anggotanya dipandang layak dan dapat diterima.
Kebudayaan terdiri dari nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagat raya yang berada di balik perilaku manusia, dan yang tercermin dalam perilaku. Semua itu adalah milik bersama para anggota masyrakat, dan apabila orang berbuat sesuai dengan itu, maka perilaku mereka dianggap dapat diterima di dalam masyarakat.
Kebudayaan dipelajari melalui sarana bahasa, bukan diwariskan secara biologis, dan unsur-unsur kebudayaan berfungsi sebagai suatu keseluruhan yang terpadu.
Dari definisi diatas masyarakat Madura memiliki kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan masyarakat-masyarakat pada umumnya (masyarakat di luar Pulau Madura), meskipun Madura masih berada di wilayah Indonesia tapi karena factor letak membuat kebudayaan-kebudayaan di Indonesia berbeda-beda, dari satu daerah-ke daerah lain pasti memiliki perbedaan kebudayaan.
Untuk kebudayaan masyarakat Madura sendir berbeda dengan kebudayaan masyarakat lainnya, termasuk dengan kebudayaan Jawa Timur (Surabaya, Malang dll) meskipun Madura masih satu provinsi dengan mereka. Masyarakat Madura memiliki corak, karakter dan sifat yang berbeda dengan masyarakat Jawa. Masyarakatnya yang santun, membuat masyarakat Madura disegani, dihormati bahkan “ditakuti” oleh masyarakat yang lain.
Kebaikan yang diperoleh oleh masyarakat atau orang Madura akan dibalas dengan serupa atau lebih baik. Namun, jika dia disakiti atau diinjak harga dirinya, tidak menutp kemungkinan mereka akan membalas dengan yang lebih kejam. Banyak orang yang berpendapat bahwa masyarakat Madura itu unik, estetis dan agamis. Dapat dibuktikan dengan banyaknya masjid-masjid megah berdiri di Madura dan tidak hanya itu saja, kebanyakan masyarakat Madura termasuk penganut agama Islam yang tekun, ditambah lagi mereka juga berusaha menyisihkan uangnya untuk naik haji. Dari hal tersebut tidak salah kalau masyarakat Madura juda dikenal sebagai masyarakat santri yang sopan tutur katanya dan kepribadiannya.
Masyarakat Madura masih mempercayai dengankekuatan magis, dengan melakukan berbagai macam ritual dan ritual tersebut memberikan peranan yang penting dalam pelaksanaan kehidupan masyarakat Madura. Slah satu bentuk kepercayaan terhadap hal yang berbau magis tersebut adalah terhadab bendah pusaka yang berupa keris atau jenis tosan aji dan ada kalanya melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama dengan larung sesaji).
Untuk bahasa masyarakat Madura memiliki bahasa daerahnya sendiri yang mayoritas digunakan oleh masyarkat asli Madura. Bahasa Madura hamper mirip dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia, karena bahasa Madura banyak terpengaruh oleh bahasa Jawa, Melayu, Bugis, Tionghoa dan lain sebagainya. Pengaruh bahasa Jawa sangat terasa dalam bentuk system hierarki berbahasa sebgai akibat pendudukan Kerajaan Mataram atas Pulau Madura pada masa lampau.
Bahasa Madura mempunyai system pelafalan yang unik. Begitu uniknya sehingga orang luar Madura yang berusaha mempelajarinyapun mengalami kesulitan, khususnya dari segi pelafalannya. Bahasa Madura sebagaimana bahasa-bahasa di kawasan Jawa dan Bali juga mengenal Tingkatan-tingkatan, namun agak berbeda karena hanya terbagi atas tingkat yakni :
  • Ja’ – iya (sama dengan ngoko)
  • Engghi-Enthen (sama dengan Madya)
  • Engghi-Bunthen (sama dengan Krama)
Bahasa Madura juga mempunyai dialek-dialek yang tersebar di seluruh wilayah Madura. Di Pulau Madura sendiri pada galibnya terdapat beberapa dialek seperti dialek Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep dan Kangean. Dialeg yang dijadikan acuan standar Bahasa Madura adalah dialek Sumenep, karena Sumenep di masa lalu merupakan pusat kerajaan dan kebudayaan Madura.
Untuk kesenian sendiri Madura memiliki beberapa kesenian tradisional seperti karapan sapi, topeng, keris, batik, celuret, kleles dan tuk-tuk. Karapan sapi adalah perlombaan pacuan sapi yang sudah berlangsung sejak dulu. Karapan sapi juga dapat menaikkan setatus social pemilik sapi bila sapi miliknya bisa juara dalam perlombaan tersebut.
Karapan sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi gamelan Madura yang dinamakan saronen. Para pemusik seronen ini bertugas sebagai alat penyemangat anggota kontingen bersrta sapi-sapinya sebelum karapan dimulai.
Topeng Madura biasanya digunakan untuk pentas kesenian topeng dalang, yaitu kesenian topeng yang dalam memerankan suatu cerita, penarinya tidak berbicara, dialog dilakukan oleh dalangnya cerita yang dibawakan adalah cerita Ramayana dan Mahabarata.
Batik Madura adalah sebuah kerajinan tangan yang berasal dari Pulau Madura, yang pusat pembuatan batik tersebut berada di daerah Bangkalan yang merupakan ujung Barat Madura, sampai di pasar Sumenep. Batik Madura seakan identik dengan satu tempat istimewa, yaitu Tanjung Bumi, yang berada di Bangkalan Utara, diluar jalur utama lintas Madura yaitu berada di sisi selatan pulau Madura.
Keris juga merupakan sebuah kerajinan tradisional dari Madura meskipun tidak begitu diketahui sejak kapan keris sudah menjadi senjata tradisional masyarakat Madura. Tempat kerajinan keris sekarang berada di Kabupaten Sumenep di desa Aeng Tongtong, kecamatan Saronggi. Keris sekarang dan keris pada masa lalu berbeda, bila keris sekarang digunakan hanya untuk meningkatkan/menaikkan pamor seseorang dan keris pada masa lalu digunakan sebagai alat berperang.
Celurit juga termasuk alat tradisional milik masyrakat Madura, terutama para rakyat kecil memperlakukan celurit sebagai senjata yang tak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Tak mengherankan, bila pusat kerajinan senjata tajam itu banyak bertebaran di pulau Madura. Celurit dibuat di desa Peterongan, kecamatan Galis, kabupaten Bangkalan. Disana sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya sebagai pandai besi pembuat arit dan celurit dan keahlian mereka adalah warisan sejak ratusan tahun lampau.
Kleles  adalah alat yang dipakai untuk pasangan sapi yang dikerap agar keduanya dapat lari seirama, sedangkan pada bagian buritan adalah tempat duduk joki, yang akan mengendalikan arah dan larinya sapi. Tuk-tuk sebagai instrument pengiring pada saat kerap sedang dibawa keliling maupun pada saat sedang berlangsung perlombaan kerapan sapi.
Cara hidup masyarakat Madura ada berbagai macam seperti ada masyarakat Madura yang merantau kedaerah-daerah lain yang bertujuan agar dapat menaikkan derajat mereka, ada pula yang masih di daerahnya untuk melakukan ternak sapi, bila yang tinggal didaerah pesisir mereka bekerja sebagai nelayan dan pembuat garam tradisional, ada pula yang membuat usaha di rumah seperti usaha batik tulis Madura, kerajinan celurit dan keris.
Pakaian adat masyarakat Madura untuk pria sangat identik dengan motif garis horizontal yang biasanya berwarna merah-putih dan memakai ikat kepala. Lebih terlihat gagah lagi bila mereka membawa senjata tradisional yang berupa clurit. Dan untuk wanita, biasanya hanya menggunakan bawahan kain batik khas Madura dan mengenakan kebaya yang lebih simple.
Untuk rumahnya sendiri, masyarakat Madura kebanyakan rumahnya hamper mirip rumah Jawa (Joglo), karena bila dilihat dari sejarahnya Jawa masih ada benang merah dengan Madura maka ada akulturasi kebudayaan, antara budaya Jawa dengan budaya Madura.
Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa Madura memiliki kebudayaan yang komplek dan menakjubkan. Tinggal kita, sebagai generasi muda apakah dapat melestarikan kebudayaan-kebudayaan peninggalan nenek moyang kita atau kebudayaan itu akan hilang dengan sendirinya dan anak cucu kita nantinya tidak akan dapat mengetahui dan menikmati kebudayaan peninggalan nenek moyang mereka.

Pendidikan Multikultural

 A. Pengertian Pendidikan Multikulturalisme
Pendapat Andersen dan Cusher ( 1994:320 ), pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. James Banks ( 1993:3 ) pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan ( anugrah tuhan atau sunatullah ). Muhaemin el Ma’hady, pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebgai pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografi dan kultural lingkungan masyarakat tertentu bahkan dunia secara keseluruhan ( global ).

Hilda Hernandez pendidikan multikultural sebagai prespektif yang mengakui realitas politik,sosial,dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas, agama, gender, etnisitas, status sosial, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.

Paulo Freire, pendidikan bukan merupakan “ menara gading “ yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan menurutnya harus mamapu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, buka sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialami.

James Banks ( 1994 ), pendidikan multikultural memiliki beberapa dimensi yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu : Pertama, Content Intergration, yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan kerealisasi dan teori dlam mata pelajaran/disiplin ilmu. Kedua, the knowledge construction process, yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran ( disiplin ). Ketiga, an equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya ataupun sosial. Keempat, prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menetukan metode pengajaran mereka.
Secara umum peserta didik memiliki lima ciri yaitu :
1. Peserta didik dalam keadaan sedang berdaya, maksudnya ia dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemapuan, kemauan, dan sebagainya.
2. Mempunyai keinginan untuk berkembang ke arah dewasa.
3. Peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.
4. Peserta didik melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki secara individual.

Mengenai fokus pendidikan multikultural, Tilaar mengungkapkan bahwa dalam program pendidikan multikultural, fokus tidak lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok rasial, agama dan kultur dominan atau mainstream. Dalam konteks teorits, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, dikenal lima pendekatan, yaitu : pertama, pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau multikulturalisme. Kedua, pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau pemahaman kebudayaan, ketiga, pendidikan bagi pluralisme kebudayaan. Keempat, pendidikan dwi-budaya. Kelima,pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia.

B. Paradigma Pendidikan Multikultural
Ali maksum menggambarkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk atau pluralis. Kemajuan bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua prespektif, yaitu : horizontal, kemajemukan bangsa kita dapat dilihat dari perbedaan agama, etnis, bahasa daerah, geografis, pakaian, makanan, dan budaya. Vertikal, kemajemukan bangsa kita dapat dilihat dari perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, pemukiman, pekerjaan, dan tingkat sosial budaya.
Pakar pendidikan, Syarif Sairin ( 1992 ), memetakan akar-akar konflik dalam masyarakat majemuk,
1. Perebutan sumber daya, alat-alat produksi, dan kesempatan ekonomi.
2. Perluasan batas-batas sosial budaya.
3. Benturan kepentingan politik, ideologi, dan agama.

Pendidikan multikulturalisme biasanya mempunyai ciri-ciri :
1. Tujuan membentuk “ manusia budaya “ dan menciptakan “ masyarakat berbudaya “.
2. Materinaya mengajarkan nilai-nlai luur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis.
3. Metodenya demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis.
4. Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.

C. Pendekatan Pendidikan Multikultural
Men-design pendidikan multikultural dalam tatanan masyarakat yang penuh permasalahan antara kelompok, budaya, suku, dan lain sebagainya, seperti Indonesia, mengamdung tantangan yang tidak ringan.
Ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikultural. Pertama tidak lagi menyamakan pandangan pendidikan dengan persekolahan,atau pendidikan multikultural dengan progrma-program sekolah formal. Kedua menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik. Ketiga interaksi insentif dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi maka dapat dilihat lebih jelas bahwa upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang tyerpisah secraa etnik merupakan antietnis terhadap tujuan pendidikan multikultural. Keempat pendidikan multiltural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kelima kemungkinan bahwa pendidikan meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan.

D. Pendidikan Berbasis Multikultural
Hilda Hernandez, telah diungkapkan dua definisi ‘klasik’ untuk menekankan dimensi konseptual MBE yang penting bagi para pendidik. Definisi pertama menekankan esensi MBE sebagai prespektif yang mengakui realitas politik,sosial, dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan manusia yang ko pleks dan beragam secara kultur. Definisi ini juga bermaksud merefleksikan pentingnya budaya, ras, gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi dan [pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.

E. Wacana Pendidikan Multikultural di Indonesia
Menurut Azyumardi Azra, pada level nasional berakhir sentralisme kekuasaan yang pada masa orde baru memaksakan “ monokulturalisme “ yang nyaris seragam memunculkan reaksi balik, yang mengandung implikasi negatif bagi rekontruksi kebudayaan Indonesia yang multikultural.

F. Pendidikan Multikultural dan Pendidikan Global
Pendidikan multikultural berarti menegmbangkan kesadaran atas kebanggaan seseorang terhadap bangsanya. Dengan demikian pendidikan global tidak mengurangi pengembangan kesadaran akan kebanggaan terhadap suatu bangsa. Dalam pendidikan multikultural dapat diidentifikasikan perkembangan sikap seseorang dalam kaitannya dengan kebudayaan-kebudayaan lain dalam masyarakat lokal sampai kepada masyarakat dunia global. James Banks mengemukakan beberapa tipologi sikap seseorang terhadap identitas etnik atau cultural identity, :
1. Ethnic psychological captivy
2. Ethnic encapsulation
3. Ethnic identifities clarification
4. The ethnicity
5. Multicultural ethnicity
6. Globalisme

G. Menuju Multikulturalisme Global
Multikulturalisme global berangkat dari kenyataan sejarah di mana budaya-budaya bangsa begitu majemuknya, sehingga monokulturalisme, buday tunggal, tidak mungkin menjadi agenda sebuah negara bangsa untuk dipaksakan kepada bangsa-bangsa lain.
Pengertian budaya di sisni tidak terbatas dalam seni, tapi mencakup segala hal yang menjadi proses dan produk sebuah komunitas : agama,ideologi,sistem hukum,sistem pembangunan, dan sebagainya.

Faktor Penyebab Kesenjangan Pendidikan di Wilayah Indonesia

 Keseriusan pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan nasional tampak cukup menjanjikan ketika ditetapkan alokasi anggaran sebesar 20,2 % setelah menteri pendidikan Muhammad Nuh menaikkan anggaran sebesar 0,2 % di awal tahun 2011. Berbagai program telah dilaksanakan,seperti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan beasiswa dengan beragam klasifikasi. Namun, apa yang kita lihat, mulai dari tingginya biaya pendidikan sampai banyaknya anak jalanan yang sama sekali “tidak memiliki harapan untuk mendapatkan pendidikan. Justru yang terjadi sekarang ini,kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk, pendidikan menjadi angan-angan yang tinggi bagi mereka yang tidak mampu.
Hingga saat ini memang belum terjadi pemerataan pendidikan, baik dari segi tenaga pengajar, fasilitas sarana prasarana, sampai siswa-siwanya yag kelak menjadi generasi penerus bangsa. Sekolah yang kualitasnya bagus karena memiliki pengajar yang kompeten, fasilitas lengkap, dan siswa-siswanya cerdas akan semakin bagus. Sedangkan sekolah yang kualitasnya sedang justru sebaliknya. Sekolah yang kualitasnya sedang atau kurang bagus akan menjadi bertambah buruk. Sudah tenaga pengajarnya kurang kompeten, fasilitasnya kurang, siswa-siswanya juga kurang secara akademis menurut Prof. Eko Budihardjo (dalam www.mediaindonesia.com).
“Sekolah yang kualitasnya sedang atau kurang bagus akan menjadi bertambah buruk. Sudah tenaga pengajarnya kurang kompeten, fasilitasnya kurang, siswa-siswanya juga kurang secara akademis,” katanya.
Dalam  bab ini penulis akan membahas mengenai analisis faktor penyebab terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan di Indonesia. Dimana bangsa Indonesia saat ini mengalami rendahnya kualitas pendidikan di banding dengan negara-negara berkembang lainnya. Dan pastinya mempunyai banyak faktor penyebab terjadinya kesenjangan itu, baik faktor internal maupun internal dunia pendidikan





Adapun faktor penyebab terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan di Indonesia sebagai berikut ;

I.         Faktor internal penyebab terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan di Indonesia

1.Rendahnya Kualitas Sarana Fisik perbandingansekolah
Dilihat dari gambar di atas, sangat nampak sekali kesenjangan pendidikan di Indonesia ini. Kualitas pendidikan di desa Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan bahkan belajar di tempat yang tidak layak dan sebagainya.
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.
Dibandingkan dengan kualitas sarana fisik yang ada di kota-kota besar, mereka memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai, mulai dari bangunan yang mewah, penggunaan media belajar yang lengkap, laboratorium, perpustakaan,dan sebagainya.
Bagaimana siswa bisa meningkatkan prestasi belajar mereka, sedangkan kondisi secara fisik tidak mendukung. Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

2.Rendahnya Kualitas Guru
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
Selain rendahnya kualitas sarana fisik, Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Khususnya di daerah-daerah terpencil. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Dibandingkan pengajar di kota-kota besar, mayoritas pengajar di kota sudah mendapatkan sertifikasi dan lulusan dari luar negeri.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Pemerintah khususnya departemen pendidikan nasional,mewajibkan guru-guru disekolah dasar hingga ke sekolah lanjutan tingkat atas,harus berpendidikan minimal,S1 strata sarjana,untuk meningkatkan mutu,dan juga mewajibkan guru,ikut profesi sertifikasi guru sebagai bukti guru tersebut mempunyai kapabilitas.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3. Faktor Infrastruktur
Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Dengan adanya kerusakan sarana dan prasarana ruang kelas dalam jumlah yang banyak, maka proses pendidikan tidak dapat berlangsung secara efektif.
Aspek sarana dan prasarana yang berkaitan dengan tercapainya pendidikan tidak hanya jumlah dan kondisi gedung sekolah atau tempat-tempat pendidikan, tetapi juga akses menuju tempat pendidikan tersebut yang dalam hal ini berupa kondisi jalan sehingga menghambat penyaluran bantuan dari pemerintah seperti buku-buku pelajaran ke daerah yang sulit dijangkau.

4. Jumlah dan Kualitas Buku Yang Belum Memadai
Ketersediaan buku yang berkualitas merupakan salah satu prasarana pendidikan yang sangat penting dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan proses pendidikan. Sebagaimana dalam PP No 19/2005 tentang SNP dalam pasal 42 tentang Standar Sarana dan Prasarana disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan (ayat 1).
Secara teknis, pengadaan buku pelajaran di sekolah tidak lagi boleh dilakukan oleh sekolah dengan menjual buku-buku kepada siswa secara bebas, melainkan harus sesuai dengan buku sumber yag direkomendasikan oleh pemerintah

5. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.selain itu, mahalnya biaya pendidikan menyebabkan banyaknya anak putus sekolah karena tidak mampu menjangkau biaya yang tinggi,.

6. Keterbatasan Anggaran
Ketersediaan anggaran yang memadai dalam penyelenggaran pendidikan sangat mempengaruhi keberlangsungan penyelenggaraan tersebut. Ketentuan anggaran pendidikan tertuang dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 49 tentang Pengalokasian Dana Pendidikan yang menyatakan bahwa Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (ayat 1).
Permasalahan lainnya yang juga penting untuk diperhatikan adalah alasan pemerintah untuk berupaya merealisasikan anggaran pendidikan 20% secara bertahap karena pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengalokasikan 20% secara sekaligus dari APBN/APBD. Padahal kekayaan sumber daya alam baik yang berupa hayati, sumber energi, maupun barang tambang jumlahnya melimpah sangat besar. Tetapi karena selama ini penanganannya secara kapitalistik maka return dari kekayaan tersebut malah dirampas Oleh para ahli pemilik modal sehingga pemabnagunan di daerah daerah menjadi tidak merata dan timbullah kesenjangan.

7.  Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Sebagai gambaran rendahnya prestasi siswa di Indonesia ditunjukkan dengan  sample angka ketidaklulusan yang meningkat per tahun.

8. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan  rendahnya efektifitas        pendidikan di  Indonesia.

9. Efisiensi Pendidikan Di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.
Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.
Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran
10.Standarisasi Pendiidkan di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi.
 Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita.
 Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.
Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
11.RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional)
Suatu negara bisa dikatakan maju apabila dinegara suatu pendidikan teratur dan maju,maka akan timbulnya suatu kesejahteraan pada negara tersebut (richardd,university mc gill). Kebijakan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) justru menciptakan kesenjangan mutu dan layanan pendidikan. Padahal, pemerintah semestinya memperjuangkan kesetaraan mutu dan layanan pendidikan bagi semua anak bangsa. "Dalam UUD 1945 jelas disebutkan bahwa pendidikan adalah hak warga negara. Karena itu, mutu pendidikan yang baik bukan hanya untuk sekelompok orang, tetapi untuk semua anak bangsa," ujar Psikolog Sosial Universitas Indonesia Bagus Takwin selaku saksi ahli pemohon uji materi pasal 53 ayat 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu (2/5/2012). Sidang dengan agenda mendengarkan saksi dari pemohon dan pemerintah ini dipimpin Ketua MK Mahfud MD.
Dalam literatur psikologi pendidikan, lanjut Bagus, anak-anak justru berkembang lebih baik jika terjadi interaksi dan dialog dengan guru dan siswa yang berbeda-beda. Dengan demikian, anak-anak pintar bisa berbagi, sedangkan anak-anak yang kurang pintar bisa belajar untuk meningkatkan diri. jika anak-anak bangsa sudah dikotak-kotakkan berdasarkan kelompok kecerdasan ataupun kondisi ekonomi lewat sekolah, generasi muda Indonesia akan terbiasa berpikir bahwa ketidakadilan dan kesenjangan merupakan hal yang biasa. Dalam kebijakan pendidikan, pemerintah semestinya menutup celah anak-anak bangsa tertinggal jauh dari anak-anak lainnya.




II.      Faktor Eksternal penyebab terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan di Indonesia
1. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan.
Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005). Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya.
Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas. Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006) .

2. Laju Pertumbuhan Penduduk
Masalah kependudukan dan kepribadian bersumber pada dua hal :
a. Pertambahan penduduk
b. Penyebaran penduduk
a. Dengan bertambahnya penduduk, maka penyediaan prasarana dan sarana pendidikan beserta komponen penunjang terselenggaranya pendidikan harus ditambah. Dengan demikian terjadi pergeseran permintaan akan fasilitas pendidikan, yaitu untuk sekolah lanjut cendrung lebih meningkat dibanding dengan permintaan akan fasilitas sekolah dasar.
b. Penyebaran penduduk diseluruh pelosok tanah air tidak merata, sebaran penduduk yang seperti digambarkan itu menimbulkan kesulitan dalam penyediaan prasarana dan sarana pendidikan.

3. Keterbelakangan Budaya dan Saran Kehidupan
 Keterbelakangan budaya adalah suatu istilah yang diberikan oleh sekelompok masyarakat (yang menganggap dirinya sudah maju) kepada masyarakat lain pendukung suatu budaya. Perubahan kebudayaan terjadi karena adanya penemuan baru dari luar maupun dari dalam lingkungan masyarakat sendiri. Keterbelakangan itu terjadi karena :
•Letak             geografis tempat  tinggal suatu masyarakat
• Penolakan masyarakat terhadap datangnya unsur budaya baru karena tidak dipahami
   atau karena dikhwatirkan akan merusak sendi masyarakat.
• Ketidak mampuan masyarakat secara ekonomis, menyangkut unsur kebudayaan
   tersebut.
• Masyarakat daerah terpencil
•Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis
• Masyarakat yang kurang terdidik.
Yang menjadi masalah ialah bahwa kelompok masyarakat yang terbelakang kebudayaannya tidak ikut berperan dalam pembangunan sebab mereka tidak mempengaruhi dorongan untuk maju. Mereka sulit untuk menerima arus globalisasi. Hal itu menjadi salah satu alasan mengapa pemerataan pendidikan belum juga terlaksana.

4. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.


5. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

Rabu, 11 November 2015

MY Profile

NAMA                   : AMIR BANDAR ABDUL MAJID
TTL                        : BANGKALAN. 15 FEBRUARI 1998
ASAL SEKOLAH  : MAM 02 PONDOK MODERN PACIRAN
TEMPAT TINGGAL; YOGYAKARTA
ALAMAT                  : JL. JUNGANYAR PESISIR RT 04/RW 02, KEC. SOCAH, KAB.          BANGKALAN


SEKARANG LAGI BELAJAR DI UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA



Hasil gambar untuk LOGO UIN SUKA 



S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

Wibiya Widget