burung twitter

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiO0CbMX1ckEyrD5-nNVVikMJUj8PqTvla07VrKn6vgqXApnSbP2Nynmp6k21AWW5pDNiov1VpuxqNUobEehJg96HnVkfaJdkHdDB5oJsEU_JCj4yyxqTZZs9EXL782rT9fSg8-08LfB6o/s1600/Blue+bird.png

Rabu, 09 Desember 2015

Deklarasi Islam Tentang HAM



DEKLARASI ISLAM TENTANG HAM[1]
Deklarasi islam tentang HAM ini, merupakan upaya konseptual-kritis terhadap berbagai ikhtiar yang selama ini dikehendaki, baik oleh lembaga-lembaga internasional maupun oleh bangsa kita. Sebab, sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya muslim, HAM islam pasti sudah liat dengan keseharian, hanya saja secara formal dan menurut sistematika modern, perlu dijabarkan lebih rinci. Bagi seorang muslim tidak ada pilihan lagi, kecuali mengacu kepada HAM islam dalam menyelesaikan persoalan persoalan yang menyangkut pekanggaran HAM.
Selanjutnya DR. Abdul Kariem Ustman, yang menitikberatkan pada “perspektif islam tentang kebebasan, persamaan dan keadilan”. Mencoba membedah dimensi kebebasan manusia serta persamaannya yang lebih banyak ditampilkan oleh sahabat Rasul SAW, Umar Bin Khatab. Disusul dengan rincian kebebasan dalam kehidupan keseharian kita.
Kajian mengenai keadilan, secara definitif  maupun peraktek juga dibahas oleh DR. Ustman. “Adil” yang selama ini diartikan secara relatif, direduksi oleh konsep keadilan islam, yang justru punya dimensi Mutlak dan Univesal yang mengetengahkan bagaimana kebebasan itu dalam konsep islam, termasuk didalamya kebebasan berbicara, berpendapat berpikir, berserikat, beragama dan kebebasan mencintai sesama.
Sementara pembahasan tantang penanggulangan multi rasial, dan etnis secara jernih diungkap oleh Prof. Mohammad Al-Mubarak. Dimensi-diensi etnikal, ras maupun kelompok secara riil diakui oleh adanya islam. Tetapi sebaga ideologi rasis yang bersifat primordial,maka secara fundamental islam menentangnya. Terutama seperti kelompok-kelompok yang melembagakan dirinya secara poilitik dan intelektual yang membawa kepentingan pribadinya untuk memproleh kekuasaan karena mereka teracuan kepada HAM.
Jika kepentingan pribadi atau kelompok independen menjadi ukuran mekanisme dalam hubungan kemanusiaan, tentu tak bisa dihindari, tampilnya unsur kepentingan menurut ukuran masing-masing yang lebih menguntungkan pihak terkuat. Gilirannya bisa diuga akan terjadi perebutan “tumpeng kepentingan” itu sendiri didasarkan pada hak dan kewajiban manusia secara fundamental dan adil.
Kepentingan memang tak bisa dihindari dari pergulatan manusia. Namun, ukuran kepentingan kepentingan seringkali dikaburkan oleh slogan-slogan semu, hanya untuk menguatkan moralitas. Oleh sebab  itu “kepentingan” harus meneracakan dirinya dengan keadilan dan nurani kemanusiaan. Sementara keadila itu sendiri, akan mutlak apabila kembali kepada HAM, kemerdekaan, persamaan, dan kebebasan yang punya dasar universal. Neraca inilah yang mampu membendung desakan-desakan ideologis, politik dan ekonomi yang sering memanipulasi lembaga-lembaga peradilan dan kesamaan hak dihadapan hukum.




PERSPEKTIF ISLAM TERHADAP HAM
Jika setiap orang dalam suatu ruangan diperbolehkan untuk berbicara pada saat tidak ada seorangpun yang dapat mendengarkan seseorang yang lain, maka keadaan yang demikian ini dapat mengubah tujuan kebebasan bebicara (freedom of speech) menjadi terkalahkan. Apa yang benar dari sekelompok orang dalam suatu ruangan itu sama benarnya dengan masyarakat secara keseluruhan. Area kebebasan itu tidak boleh tidak terbatasi, karena jika tidak terbatasi, maka ia kan memerlukan sesuatu keadaan ydimana seluruh manusia dapat mencampuri tanpa ada batas terhadap urusan orang lain. Dan macam kebebasan ini akan menghasilkan kekacaubalauan sosial yang mengakibatkan kebutuhan-kebutuhan hidup minimum manusia akan dapat ditekan oleh yang kuat.[2]
HAM dalam pandangan islam berkelindan dengan hak Allah yang telah dianugerahkan kepada manusia secara absoulut. Hak Allah yang melimpah, kemudian diemban manuisia, tertuan dalam ketentuan hukum dan syariat yang justru memberi penghormatan besar kepada manusiaan. Karena pada dasarnya manusia tidak mampu menghukumi dirinya sebdiri. Manusia bukan seperti lontaran pandangan individualisme yang menghukumi perilaku manusia oeh dan untuk diriya sendiri.[3]
Menurut syariat manusia adalah makhluk bebas yang punya tugas dan tanggung jawab. Karena ia punya hak dan kebebesan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas dasar persamaan atau egaliter tanpa pandang bulu, artinya tugas yang diemban tidak akan terwujud tanpa adanya kebebasan. Kebebasan secara eksitensial tidak akan ada tanpa tanggung jawab itu sendiri. Karena itu, HAM dalam islam bukanlah produk historik yang muncul dari pemikiran ideologis, namun islam punya dimensi teologis dan dipertanggung jawabkan dihadapan ilahi di hari kemudian.[4]
Oleh sebab itu, dalam islam HAM bukanlah produk ideologi ataupun akibat perkembangan politik, namun merupakan hak asasi yang tertuang secara transenden untuk kepentingan manusia, lewat syariat yang diturunkan melalui wahyu.[5] Lebih tepatnya itu adalah amal shaleh yang memang sudah dianjurkan dalam islam dan bisa dipertanggung jwabkan kepada ilahi.
Semangat dan hikmah yang ilahi dalam HAM ini semata untuk mengangkat harkat kemanusiaan, sebagai makhluk yang berharkat luhur ( ahsana taqwiim), namun tidak juga dihindarkan manakala hakikat itu ternodai oleh perilakunya sendiri yang akhirnya terkubang dalam lumpr ketika mereka tidak menghormati hak-hak dan kewajibannya yang telah diberikan Allah Swt maka sama saja mereka kembali ke (ahsana safiliin).[6]



[1] Hakiem, M. Luqman, Ed. Deklarasi Islam Tentang HAM.  Risalah Gusti. Surabaya. 1993. Halaman 2.
[2] Isaiah Berlin, Two Concept of liberty, from modern political thought, F-bestein, Oxford, Hal 177.
[3] Hakiem, M. Luqman, Ed. Deklarasi Islam Tentang HAM.  Risalah Gusti. Surabaya. 1993. Hal 12.
[4] Ibid hal 12.
[5] Ibid hal 12.
[6] Ibid hal 12.

Wibiya Widget